Hello Skandis!
Pernahkah Skandis mendapati atau saat ini tengah bergelut dengan rutinitas mengurus anak yang masih butuh perhatian dan bimbingan, tapi di sisi lain Skandis juga punya kewajiban merawat orangtua yang butuh dukungan dan kesehatannya tak lagi prima?
Kondisi di atas adalah sekelumit gambaran yang dilakoni sandwich generation. Generasi roti lapis ini dapat dijumpai di banyak negara, termasuk Indonesia.
Perlu Skandis ketahui, generasi ini ternyata rentan terkena masalah kesehatan mental. Menurut studi dari American Psychological Association pada 2007, para sandwich generation lebih stres dibandingkan dengan orang yang hanya fokus mengurus diri atau keluarga utamanya.
Baca Juga:
- Serupa Tapi Tak Sama, Kenali Perbedaan Stres dan Depresi Pada Diri
- Bahaya Self Diagnose Bagi Kesehatan Mental
- Semangat Kerja Menurun: Tantangan atau Iindikasi Pindah Kerja
Selain itu, tekanan mental yang ekstrem dan berkepanjangan ini juga rentan membuat mereka mengalami depresi. Sebelum menyimak akar penyebabnya, ada baiknya Skandis mengetahui dulu apa itu sandwich generation yang istilahnya kerap didengungkan.
Apa itu sandwich generation?
Dikutip dari VerywellMind, sandwich generation adalah sebutan untuk menggambarkan orang dewasa yang perlu merawat diri, keluarga, sekaligus orangtua yang biasanya sudah lanjut usia. Biasanya, mereka yang tergolong sandwich generation berada di usia produktif, atau berkisar antara 35 tahun sampai 54 tahun.
Terlepas dari besarnya rasa cinta dan tanggung jawab pada keluarga, generasi roti lapis ini tak jarang mengalami kelelahan fisik dan mental ketika berupaya menjaga keseimbangan antara dirinya sendiri dan memenuhi kebutuhan orang sekitarnya. Menurut penelitian, sandwich generation wanita lebih rentan kewalahan menjaga keseimbangan tersebut ketimbang pria. Akibatnya, responden wanita lebih rawan mengalami stres dan depresi ketimbang pria yang relatif bisa mengontrol stres.
Stres akibat tuntutan kehidupan yang dirasakan sandwich generation dapat berdampak buruk tidak hanya pada hubungan pribadi, tetapi juga pada kesejahteraan pribadi.
Penyebab sandwich generation rentan stres dan depresi
Melansir MentalHealthAmerica, penyebab sandwich generation rentan mengalami stres dan depresi bisa dipicu beberapa hal, di antaranya:
-
Kurangnya waktu pribadi
Ketika merawat orangtua yang lanjut usia, terlebih dalam kondisi kesehatan yang menurun, tentunya banyak waktu dan energi yang tercurah, sehingga generasi roti lapis kerap kekurangan waktu untuk memperhatikan diri sendiri.
-
Banyak konflik
Minimnya waktu untuk memperhatikan diri sendiri terkadang bisa membuat kelelahan ekstrem dan mendorong orang lebih mudah marah atau emosi. Terlebih jika sandwich generation yang minim dukungan saudara lain atau ditambah masalah finansial. Kondisi ini kerap memicu konflik yang bikin stres.
-
Emosi kompleks dan rasa gagal
Di satu sisi menjadi anak, di sisi lain menjadi orangtua tentunya menimbulkan emosi kompleks. Peran yang kontras ini dapat menimbulkan rasa cemas, takut, sedih, marah, sedih, bahagia, sekaligus gagal karena sulit memenuhi harapan menjadi orangtua sempurna sekaligus perawat yang baik bagi orangtua.
Berbagai kondisi di atas, apabila tidak ditanggulangi dapat berkembang menjadi stres kronis, depresi, dan beragam masalah kesehatan mental lainnya.
Cara menjaga kesehatan mental sandwich generation
Ada beberapa cara menjaga kesehatan mental bagi para sandwich generation. Berikut beberapa di anataranya:
-
Identifikasi pemicu stres
Cara pertama yang dapat dilakukan adalah mengidentifikasi pemicu stres yang mengganggu kesehatan mental. Coba kenali dan identifikasi, peristiwa atau situasi apa yang kerap memicu perasaan stres.
Biasanya hal-hal tersebut berkaitan dengan anak, kesehatan keluarga, keuangan, pekerjaan, hubungan, atau lainnya. Setelah ketemu akar penyebabnya, segera cari solusinya.
-
Kendalikan stres
Stres adalah keniscayaan untuk setiap makhluk hidup, termasuk sandwich generation. Tapi, upayakan agar stres tetap terkendali.
Skandis bisa mengendalikan stres dengan mulai menata prioritas. Alokasikan waktu hanya untuk hal yang penting, menjadi tanggung jawab, dan selalu imbangi dengan istirahat yang cukup.
Selain itu, luangkan waktu untuk melakukan aktivitas yang sehat, seperti jalan-jalan, aktif berolahraga, serta bangun komunikasi dengan teman atau orang terdekat.
-
Jangan sungkan berbagi tanggung jawab
Para sandwich generation dapat membagikan beberapa tanggung jawab dengan anggota keluarga lain untuk ikut serta. Seperti halnya, anak-anak dan pasangan juga dapat diarahkan untuk berbagi melakukan pekerjaan di rumah, yaitu beres-beres, mencuci pakaian, membersihkan dapur, memasak, serta saudara Skandis dapat dilibatkan untuk bergantian merawat orangtua yang sakit.
-
Jaga kondisi tubuh
Cara selanjutnya adalah menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat dan fit, sehingga kesehatan mental juga tetap terjaga. Hal ini dapat dilakukan dengan makan sehat dan teratur, tidur yang cukup, minum air putih dalam jumlah cukup, dan sesekali kerjakan hobi atau lakukan aktivitas yang disukai.
Walaupun disibukkan dengan banyak hal, Skandis perlu menjaga diri sendiri sehingga Skandis memiliki energi mental dan fisik untuk merawat orangtua dan anak-anak.
-
Minta dukungan orang lain
Skandis membutuhkan dukungan dari teman dan keluarga yang suportif untuk merawat orangtua lanjut usia sekaligus mengasuh anak. Tugas berat ini dapat menguras emosi dan energi Skandis.
Agar dapat bertahan dalam situasi yang tidak mudah ini, Skandis perlu dukungan dari orang lain baik secara dukungan mental, fisik, maupun finansial.
Bila perlu atau merasa mulai ada masalah kesehatan kesehatan mental, jangan ragu-ragu untuk berkonsultasi atau meminta bantuan pada tenaga kesehaan mental profesional seperti psikolog atau psikiater.
Sekian penjelasan mengenai sandwich generation, penyebab, serta cara menjaga kesehatan mental yang tepat. Apabila Skandis termasuk ke dalam generasi sandwich, ada baiknya Skandis menghadapi kondisi ini dengan bijak dan cermat. (Eka Sawitri Rahayu)