Pengobatan tradisional mempunyai ruang hidup sejak berabad-abad silam, bahkan tercatat dalam beberapa naskah kuno Nusantara.
Berlimpahnya Flora hindia timur telah menarik minat VOC (Vereenigde Oostindische Campaignie)untuk melakukan kajian botani sejak abad ke-17.Kajian ini dimulai bersamaan penjelajahan merekake Hindia Timur. Kajian botani penting bagi VOCuntuk menggerakkan roda ekonomi perusahaan.
Melalui kajian itu, mereka mengetahui tetanamanyang aman dikonsumsi dan laku di pasaran. Selainitu, mereka harus mengenal tetanaman obasebagai obat penyakit khas di kepulauan AsiaTenggara, yang jelas berbeda dari penyakit diEropa.
Dalam “The Making and Unmaking of TropicalScience: Dutch Research on Indonesia 1600-2000” Journal KITLV, Vol.162 No.2(2006), Peter Boomgard, sebagai peneliti botani tersohor. Dia bertugasuntuk VOC pada paruh kedua abad ke-17. VOCmembiayai aktivitas kajian botaninya selama diAmbon. “Dia menjelaskan penggunaan tetanamanyang berguna bagi manusia, termasuk untukpengobatan,” tulis Boomgard.
Rumpf dibantu Susanna, seorang penduduk lokal.Hanya sebatas itu keterangan mengenainya.Bantuan penduduk lokal dibutuhkan para penelitibotani Eropa, sebab mereka lebih mengenaltetanaman di Hindia Timur. Tapi keteranganmengenai mereka sangat sedikit. Padahalpengetahuan mereka terhadap tetanaman obatdikenal orang Eropa. Tetanaman obat itu mereka racik tanpa tambahan bahan kimia hingga menjadi ramuan pengobatan atau jamu. Ini menerik minta orang Eropa.
“Orang Eropa juga tertarik dengan pengobatan Timur, sebagai contohnya adalah Rumpf dengan karyanya Herbarium Amboinense,” tulis Peter Boomgard dalam ” The Development of Colonial Healtg Care iIn Java “,Jurnal KITLV Vol.149 No.1(1993).
Catatan Christoforo Borii pada 1633 memperkuat argumentasi Boomgard. Boriimenulis, “Obat-obatan mereka tidak mengubah alam, tapi membantunya dalam fungsi alamiahnya, mengeringkan cairan yang menyakitkan, tanpa menyusahkan orang yang sakit sama sekali,” demikian dikutip Anthony Reid dalam Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga. JohnCrawfurd, pelancong dari Skotlandia, menegaskannya dua abad kemudian. Dia mengakui obat-obatan di Hindia Timur tak berbahaya.
Kekaguman orang Eropa terhadap pengobatan Timur bukan tanpa cela. Mereka tetap menganggap pengobatan Timur tak masuk akal, lebih pada praktik perdukunan dengan penggunaan mantra dan jimat. Menurut mereka, penduduk lokal juga tak punya pengetahuan memadai tentang anatomi tubuh manusia, yang sudah berkembang di Eropa.
Karenanya beberapa kerajaan lokal, Mataram misalnya, pernah mempekerjakan ahli bedah VOC pada 1677. Penduduk lokal belum mengenal pembedahan yang datang dari Eropa sebagai salah satu metode pengobatan. Pengetahuan medis mereka merupakan campuran dari pengetahuan Ayuwerda (India), Tiongkok, dan Arab.
Inilah alasan Boomgard tak menyebut pengobatan mereka sebagai pengobatan tradisional melainkan pengobatan Timur, lawan dari pengobatan Barat(Eropa).
Orang Eropa sendiri, meski ada yang kagum, tak cukup puas dengan pengobatan timur, ini karena beberapa wabah yang sempat melanda Jawa padaabad ke-17 tak bisa diatasi. Sebaliknya, Boomgard mencatat selama 1800-1940 tingkat kematian diJawa menurun setelah pengobatan Barat makin dikenal masyarakat Hindia.
Kenyataan ini dipertegas dengan pendirian sekolah medis modern di Batavia pada 1851.Rumah-rumah sehat mulai berdiri. Obat pun segera dibuat secara kimiawi. Vaksinasi cacar diujicobakan dan sukses menanggulangi wabah cacar. Masyarakat perlahan menerima metode pengobatan asing. Sementara itu, kajian pengobatan Timur tak memiliki lembaga resmi meski pengetahuan Ayuwerda terus diturunkan.
Pengetahuan Ayuwerda dominan di Jawa. Awalnya, pengetahuan itu dialihgenerasikan secara lisan. Kemudian, tanpa diketahui pastikapan mulanya, beberapa kitab obat-obatan India diterjemahkan dan ditulis kembali dalam bahasa Jawa. Dalam Penulisan Sejarah Jawa, C.C. Bergmencatat beberapa naskah Jawa Kuno yangdipercaya merupakan mantra yang dapatmengusir penyakit.
Konsep penyakit dalam masyarakat Jawa takterbatas pada segi fisik, seperti masuknya kumantak kasat mata ke dalam tubuh. Penyakit dapatjuga berupa gangguan roh leluhur, makhluk gaib,atau tenung dari manusia. Ketidakseimbangan laluterjadi. Tubuh menjadi panas, lalu seseorang jatuhsakit. Untuk menyembuhkannya tak cukup denganramuan tertentu. Upacara khusus (ruwatan) harus dilakukan seperti mengaliri tubuh dengan air yang dibacakan jampi-jampi.
Selain metode pengobatan supranatural, beberapa metode pengobatan Timur yang lebih teknis tertulis dalam khazanah naskah kuno Nusantara. Dalam “Kajian Terhadap Naskah Kun Nusantara Koleksi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia”, Jurnal Makara Sosial Humaniora Vol 8. No. 2 (2008), Dina Nawaningrum menyebut delapan naskah kunober bahasa Sunda, Jawa, Bali, dan Melayu yang memuat pengobatan dan ramuan tradisional. Sayangnya, tahun terbit naskah tersebut tak diketahui secara pasti.
Gangguan sistem reproduksi seksual dan sistempencernaan, cacar, asma, dan gangguan jantung teridentifikasi masyarakat Nusantara sejak lama. Bahan obat, kebanyakandaru tanaman, dan cara pengolahannya pun tersua dalam naskah. Di masa modern, pengetahuan itu tersimpan dalam kerapuhan naskah-naskah kuno, di tengahtemuan-temuan modern dunia pengobatan. Meskitergerus, pengobatan tradisional masih bertahan.
Baca Juga: