Halo Skandis
Empat kata ini sudah diketahui banyak orang. Tapi mungkin empat kata ini hanya berasa sebagai kata basi untuk beberapa orang. Namun dibalik kata “No Pain No Gain” ada rasa kebijaksanaannya yang mendalam tentang kecerdasan emosional – dan bagaimana perasaan kita bisa digunakan untuk pengembangan diri sendiri.
Pandangan ini diungkapkan Nick Hobson, Chief Behavioral Scientist di The Behaviorist dalam sebuah artikel di laman Inc.com.
Hobson menegaskan, pada dasarnya setiap orang berusaha untuk menjadi lebih baik. Sebab ini adalah dorongan psikologis mendasar yang memotivasi sebagian besar perilaku manusia sehari-hari, baik kita mengetahuinya atau tidak. “Kita selalu mencari peretasan kecil yang akan membantu kita bekerja lebih baik: untuk belajar lebih cepat, bekerja lebih produktif, dan berkomunikasi lebih efektif.”
“Penelitian baru dalam psikologi dan ilmu saraf menunjukkan, emosi kita berperan penting dalam kemampuan kita untuk bekerja dengan baik pada berbagai tugas yang berbeda,” ujar Hobson.
Selama berabad-abad, kata dia, diyakini bahwa penalaran tanpa emosi yang diperhitungkan adalah model untuk kinerja yang optimal. Untuk berhasil dalam pengejaran yang lebih tinggi, dan menjalani “kehidupan yang baik”, pemikirannya adalah kita harus menyingkirkan emosi, atau setidaknya mengendalikannya.Tetapi faktanya, emosi yang sekarang kita ketahui memainkan peran penting dalam setiap aspek perilaku dan keputusan tingkat tinggi kita.
Bukan begitu? Emosi positif, di satu sisi, penting dalam banyak hal karena terjadi ketika keadaan aman, tenang, dan dapat diprediksi. Namun dalam semua keriuhan tentang perasaan baik ini, kita tidak boleh melupakan apa yang disebut emosi “negatif”. Emosi negatif seringkali merupakan hal yang paling penting untuk mengoptimalkan pertumbuhan pribadi kita.
Merasa Cemas
Kecemasan, misalnya. Keadaan negatif ini terjadi ketika ada sesuatu yang tidak pasti di lingkungan. Otak mengirimkan aliran sinyal kognitif, perilaku, dan fisiologis yang membuat seseorang memperhatikan hal-hal yang menyebabkan ketidakpastian.
Perasaan cemas yang tidak nyaman adalah keadaan subyektif yang mendorong kita untuk memperbaiki apa pun yang perlu diperbaiki. Dalam konteks performa, kecemasan –dan emosi negatif pada umumnya– memicu sistem umpan balik di otak. Hubson menyebut, hal ini memberi tahu kita bahwa sesuatu tentang kinerja kita mulai menurun.
Pengalaman negatif dalam kecemasan berasal dari rasa kegagalan sesaat, yang membunyikan alarm otak, mengirimkan sinyal yang memberi tahu seluruh sistem bahwa beberapa tindakan korektif perlu diambil. Tetapi ketika kita merasa baik, mengalami pancaran emosi yang positif, sinyal alarm yang sama menjadi tidak terdengar. Atau, setidaknya alarm itu tidak berdering keras.
Dan, tentu saja ini berarti kita tidak pernah benar-benar berada di posisi yang kita bisa dalam hal yang terbaik. Jadi, beberapa kecemasan -dengan kata lain, bisa menjadi hal yang baik untuk performa optimal kita.
Ketika kita mengatakan “no pain, no gain”, itu benar secara harfiah di tingkat otak. Namun, orang dengan kecerdasan emosional yang tinggi mengetahui hal ini, dan lalu memanfaatkan kekuatan rangkaian lengkap emosinya – emosi positif dan negatif-.