Hai, Skandis sudah pernah dengar tentang prestasi negara-negara Skandinavia dalam pengasuhan dan dunia pendidikan? Yup, benar. Negara-negara Skandinavia, seperti Denmark, Finlandia, Norwegia, dan Swedia akhir-akhir ini menjadi kiblat the best parenting.
Predikat inilah yang pada akhirnya membuat negara-negara lain di dunia mencari tahu keunggulan mereka dan mengadaptasi serta mempraktikkan pola pengasuhan mereka. Tentu saja tujuannya bukan hanya untuk memperoleh anak-anak berprestasi dalam berbagai bidang tapi juga tumbuh menjadi pribadi bahagia.
Wow… Pernahkah Skandis terpikirkan hal tersebut. Alih-alih membentuk pribadi masa depan dengan kualitas lahir dan batin yang mumpuni, banyak orangtua di Indonesia yang justru rancuh membedakan kebahagian anak dan orangtua. Pada akhirnya pola asuh yang diterapkan tidak menghasilkan apa-apa kecuali anak-anak kecil yang mungkin berprestasi tapi terjebak dalam tubuh orang dewasa. Mereka menjadi tumbuh menjadi pribadi dengan kekosongan hati. Alias tidak bahagia. Mengerikan bukan?
Sebelum sibuk mencontoh negara-negara Skandinavia dalam mencetak generasi masa depan yang cerdas dan berprestasi, Skandis harus tahu terlebih dahulu apa definisi berprestasi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya. Ini berarti berprestasi adalah predikat yang disandang seseorang yang telah mencapai hasil dari sesuatu yang telah dilakukannya dan dikerjakannya. Jika begitu, maka elemen yang terkandung didalamnya sudah pasti ada dua, yaitu semangat dan kebalikannya kekecewaan.
Semangat tentu saja harus dipunyai seseorang yang bertekad meraih prestasi. Nah, semangat ini perlu untuk diperoleh secara sukarela tanpa keterpaksaan alias bahagia. Jadi awal untuk membuat anak berprestasi adalah dengan rajin mengisi jiwanya dengan kebahagian dan melatihnya untuk menciptakan kebahagian sendiri dengan memaksimalkan apa yang dimiliki tanpa sibuk melirik dan membandingkan dengan kepunyaan orang lain. Paham dong, Skandis!
Jadi apa saja yang dilakukan para orangtua di negara-negara Skandinavia agar anak-anak mereka tumbuh menjadi generasi berprestasi, simak ya Skandis.
1. Membiarkan Anak Bermain Sesuka Hati
Sudahkah Skandis membiarkan anak bermain sekemauan dirinya? Atau selama ini kamu justru memilihkan mainan dan membuat ruang khusus untuk anak bermain yang ternyata itu semua membatasi daya kreatifitas anak.
Memilihkan mainan untuk anak tentu saja boleh, asal sudah atas sepersetujuan anak dan tidak memasukkan unsur keinginan orangtua kedalamnya.

Biarkan anak bermain apa saja, kapan saja, dan dimana saja asalkan tidak berbahaya. Ini justru akan menjadi petualangan-petualangan kecil yang membuat otak anak terus bertumbuh dan cerdas.
Bahkan anak yang dibiarkan main diluar bersama teman-temannya akan membuat anak belajar bersosialisasi, menyelesaikan masalah, dan bertahan terhadap berbagai ganguan diluar rumah.
2. Mendaftarkan Sekolah saat Cukup Umur
Berapa banyak jumlah orangtua yang dengan alasan kesibukan atau ingin memberi stimulasi mendaftarkan anaknya sekolah dini. Sekolah dini hanya diperlukan dengan rekomendasi ahli.

Baca Juga:
- Strategi Jitu Menyiapkan Dana Pendidikan Anak
- 5 Negara Dengan Sistem Pendidikan Terbaik di Dunia
- 5 Permasalahan Remaja Yang Menjadi Tantangan Pengasuhan Orangtua
Anak-anak dapat mulai belajar di rumah bersama orangtua, itu pun dibatasi pada life skill. Memaksakan anak untuk bersekolah lebih awal dari usia siap sekolah hanya akan membebani anak dan membuat anak kehilangan fase-fase pembelajaran yang semestinya dilaluinya terlebih dahulu daripada mengenal angka dan abjad.
3. Tidak Membebani Anak dengan Jam Belajar Tambahan
Saat anak sudah berada di usia sekolah biarkan anak beristirahat dan bersantai sepulang sekolah. Biarkan anak mengetahui batasan waktu kapan harus belajar dan beristirahat. Gunanya agar anak belajar menyeimbangkan kehidupan pribadinya dan sekolah.
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3263116/original/097548300_1602239416-pexels-andrea-piacquadio-3755707.jpg)
Saat anak berada di sekolah anak harus fokus belajar agar apa yang pelajarinya di sekolah terserap dengan baik dan maksimal. Jika anak berada di rumah biarkan ia fokus dengan hal-hal lain yang disukainya, misal bermain, bereksperimen, atau membaca buku kesukaan. Ini dapat membuat anak fokus meraih kebahagian versinya sendiri.
4. Tidak Melakukan Hukuman Fisik
Di negara kita sendiri hukuman fisik tidak lagi dibenarkan. Alih-alih membuat anak jera, justru membuat anak kerdil secara emosional atau bahkan bahkan kebalikannya, tidak akan melakukan hal benar kecuali dirinya menerima kekerasan dari orang lain.

Di negara-negara Skandinavia hukuman fisik sudah sangat lama tidak dilakukan, bahkan sekedar memukul bokong. Hukuman diterapkan jika ada orangtua atau guru yang melakukannya.
Jika anak melakukan kesalahan baik disengaja atau tidak media komunikasilah yang diterapkan. Melakukan edukasi berulang dan sesuai usia agar anak tidak melakukannya kembali. Ingatlah Skandis, bahwa kesalahan menstimulasi otak untuk berkembang mengenali baik dan buruk.
Oleh : Eka Sawitri rahayu